Sejarah
perkembangan hak asasi manusia (HAM) di Indonesia sudah ada sejak lama.
Indonesia adalah negara berdasarkan hukum bukan berdasarkan atas kekuasaan, hal
ini dapat kita lihat dengan tegas di dalam penjelasan UUD tahun 1945. Dalam
negara hukum mengandung pengertian setiap warga negara mempunyai kedudukan yang
sama di hadapan hukum, tidak ada satu pun yang mempunyai kekebalan dan
keistimewaan terhadap hukum.
Salah satu
tujuan hukum adalah untuk menciptakan keadilan di tengah-tengah pergaulan
masyarakat, sedangkan keadilan adalah salah satu refleksi dari pelaksanaan hak
asasi manusia dan hukum adalah keterkaitan yang erat, karena dalam pelaksanaan
hak asasi manusia. Keterkaitan antara hak asasi manusia dan hukum adalah
keterkaitan yang erat, karena dalam pelaksanaan hak asasi manusia adalah masuk
ke dalam persoalan hukum dan harus diatur melalui ketentuan hukum.
Dalam negara
kesatuan RI sumber dari tertib hukum adalah Pancasila artinya dalam pembuatan
suatu produk hukum haruslah berlandaskan dan sesuai dengan kaedah Pancasila.
Sebagai suatu falsafah bangsa Pancasila juga memberikan warna dan arah,
bagaimana seharusnya hukum itu diterapkan pada masyarakat sehingga terciptanya
suatu pola hidup bermasyarkat sesuai dengan hukum dan Pancasila.
Mengenai
persoalan hak asasi manusia dalam pandangan Pancasila bahwa manusia sebagai
mahkluk Tuhan ditempatkan dalam keluhuran harkat dan martabatnya dengan
kesadaran mengemban kodrat sebagai mahluk individu dan mahkluk sosial yang
dikaruniai hak, kebebasan dan kewajiban asasi di dalam kehidupan bernegara,
berbangsa dan bermasyarakat haruslah mewujudkan keselarasan hubungan:
- Antara manusia dengan penciptanya.
- Antara manusia dengan manusia.
- Antara manusia dengan masyarakat dan negara.
- Antara manusia dengan lingkungannya.
- Antara manusia dalam hubungan antar bangsa.
Maka dapat
dilihat kritetia hak asasi manusia menurut Pancasila adalah hak dan kewajiban
asasi manusia, dimana hak dan kewajiban asasi ini melekat pada manusia sebagai
karunia Tuhan yang mutlak diperlukan dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat dan
bernegara berdasrkan Pancasila dan UUD tahun 1945.
Di samping
Pancasila sebagai landasan filosofis, perlu dilihat UUD tahun 1945 sebagai
landasan konstitusional. Dalam membicarakan UUD tahun 1945 haruslah melihat
secara keseluruhan artinya melihat UUD tahun 1945 dari pembukaan, batang tubuh
dan penjelasannya. Pembukaan UUD tahun 1945 merupakan sumber motivasi, sumber
inspirasi cita-cita hukum, cita-cita moral sebagai staatsfundamental norm
Indonesia.
Thomas
Hobbes mengatakan bahwa “setiap bangsa cenderung mempertahankan kehidupannya,
sehinggga semua kegiatan manusia dan masyarakat manusia digerakkan oleh naluri
dasar untuk mempertahankan hidup serta harkat dan martabatnya sebagai manusia
dan bangsa”. Pandangannya ini sesuai dengan bangsa Indonesia yang telah
menentukan jalan hidupnya sendiri sejak tanggal 17 Agustus 1945 sebagai tonggak
sejarah dan indikasi bahwa Indonesia telah melaksanakan prinsip-prinsip HAM,
bahkan Indonesia telah melaksanakan prinsip-prinsip HAM, bahkan berperan aktif
dalam kancah internasional baik di dalam maupun di luar forum PBB.
Peran
Indonesia dalam perjuangan hak asasi internasional sejalan dengan tekad bangsa
Inodnesia yang tertuang dalam Pembukaan UUD tahun 1945 untuk ikut melaksanakan
ketertiban dunia, Indonesia telah aktif dalam usaha menegakkan penghormatan
hak-hak asasi manusia di forum internasional sesuai dengan prinsip-prinsip PBB.
Salah satu
peran aktif di Indonesia yang penting, setelah diterimanya Universal
Declaration of Human Rights oleh negara-negara yang tergabung dalam PBB tahun
1948, adalah diselengarakannya Konferensi Asia Afrika di Bandung pada tahun
1955 yang menghasilkan Deklarasi Bandung yang memuat pernyataan sikap
negara-negara peserta bertekad untuk menjunjung tinggi:
- Penghormatan terhadap hak-hak asasi manusia yang sesuai dengan tujuan dan prinsip-prinsip Piagam PBB
- Penghormatan terhadap kedaulatan dan integritas teritorial semua Negara
- Pengakuan atas persamaan derajat semua ras dan semua bangsa besar dan kecil
- Tidak akan melakukan intervensi dan mempengaruhi urusan dalam negari lain
- Penghormatan atas hak setiap bangsa untuk mempertahankan dirinya baik secara sendiri-sendiri maupun kolektif sesuai dengan prinsip-prinsip yang terkandung dalam Piagam PBB
- Menghindarkan diri dari penggunaan cara pertahanan kolektif untuk kepentingan tertentu dari sikap kekuatan besar dan menghindarkan diri dari tindak melakukan tekanan terhadap negara lain
- Menahan diri dari tindakan-tindakan atau penggunaan kekerasan terhadap integritas teritorial atau kemerdekaan politik setiap Negara
- Menyelesaikan segala sengketa internasional dengan cara damai seperti negoisasi, konsiliasi, arbitrase atau pengadilan serta cara-cara lain yang dipilih oleh para pihak sesuai dengan ketentuam Piagam PBB
- Menjunjung tinggi kepentingan timbal balik dan kerjasama internasional.
- Menghormati prinsip keadilan dan kewajiban-kewajiban internasional.
Bagi bangsa
Indonesia pelaksanaan HAM telah tercermin di dalam Pembukaan UUD tahun 1945 dan
batang tubuhnya yang menjadi hukum dasar tertulis dan acuan untuk setiap
peraturan hukum yang di Indonesia. Prinsip-prinsip yang terkandung dalam
Pembukaan UUD tahun 1945 telah digali dari akar budaya bangsa yang hidup jauh
sebelum lahirnya Deklarasi HAM Internasional (The Universal Declaration of
Human Rights 1948).
Di dunia ini
terdapat perbedaan-perbedaan yang menyolok di berbagai bidang seperti di
tingkat internasional dikenal negara maju, negara berkembang dan negara miskin,
negara adikuasa dengan dunia ketiga, negara liberal dengan negara komunis dan
di tingkat nasional pun terdapat hal-hal yang berbeda.
Dalam
konterks Pembukaan UUD tahun 1945 dapat dililhat bahwa bersirinya Negara
Republik Indonesia adalah hasil perjuangan untuk menegakkan HAM Bangsa
Indonesia menjadi bangsa yang merdeka. Pembukaan UUD tahun 1945 dengan jelas
mencerminkan tekad bangsa Indonesia untuk menjunjung tinggi HAM dari penindasan
penjajah “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan sebab
itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan
perikemanusiaan dan perikeadilan”.
Sesuai
dengan rumusan yang tertulis secara eksplisit dan berdasarkan pandangan hidup
dalam masyarakat Indonesia tekad melepaskan diri dari penjajahan itu akan diisi
dengan upaya-upaya mempertahankan eksistensi bangsa dengan:
- Membentuk pemerintahan Negara Indonesia yang melilndungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia
- Memajukan kesejahteraan umum
- Mencerdaskan kehidupan bangsa
- Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Tujuan
tersebut dilandasi oleh falsafah hukum yang menjadi landasan hak dan kewajiban
asasi seluruh warga negara Indonesia yaitu Pancasila. Pancasila adalah dasar
yang melandasi segala hukum dan kebijaksanaan yang berlaku di negara Republik
Indonesia.
Hal ini
berarti Pancasila menjadi titik tolak pikir dan tindakan termasuk dalam
merumuskan semua peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi HAM. Karena
Pancasila merupakan akar filosofis jiwa dan budaya bangsa Indonesia yang
terdiri dari berbagai macam suku yang memiliki berbagai macam corak budaya.
Dasar-dasar pemikiran dan orientasi Pancasila pada hakekatnya bertumpu pada dan
nilai-nilai yang terdapat dalam budaya bangsa. Kebudayaan bangsa tersebar di
seluruh kepulauan Indonesia yang terdiri dari kebudayaan tradisional yang telah
hidup berabad-abad, maupun kebudayaan yang sudah modern yang telah
berakulturasi dengan kebudayaan lain. Selain itu, Pancasila juga mempunyai
nilai historis yang mencerminkan perjuangan bangsa Indonesia yang panjang
dengan pengorbanan baik harta maupun jiwa sejak berdirinya Budi Utomo pada
permulaan abad XX (tahun 1908)yang diikuti dengnan berbagai peristiwa sejarah
dalam upaya melepaskan diri dari belunggu penjajahan. Perjuangan yang
memperlihatkan dinamika bangsa yang memberikan khas corak yang khas bagi
Pancasila sebagai pencerminan bangsa yang ingin kemerdekaan dan kemandirian.
Maka Pancasila harus dipegang teguh sebagai prinsip utama.
Kebebasan
dasar dan hak-hak dasar yang disebut HAM yang melekat pada manusia secara
kodrati sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa. Hak tersebut tidak dapat
diingkari. Dilihat dari pilihan yang telah ditetapkan bersama terutama dari
Bapak Pendiri Bangsa (The Founding Father) yang bercita-cita terbentuknya
negara hukum yang demokratik, maka jiwa atau roh negara hukum demokratik
tersebut ada sejauh mana hak asasi itu dijalani dan dihormati. Apabila dilihat
UUD sebelum diamandemen, hak asasi tidak tercantum dalam suatu piagam yang terpisah
melainkan tersebar dalam beberapa pasal. Jumlahnya terbatas dan diumumkan
secara singkat. Karena situasi yang mendesak pada pendudukan Jepang tidak ada
waktu untuk membicarakan HAM lebih dalam. Lagipula, waktu UUD 1945 dibuat
Deklarasi Hak Asasi Manusia PBB belum lahir, HAM diatur di Pembukaan UUD 1945
yang kemudian dijabarkan dalam Batang Tubuh yaitu pasal 26, pasal 27, pasal 28,
pasal 29, pasal 30, pasal 31, pasal 33, dan pasal 34.
Dari kajian
pasal-pasal tersebut dikemukakan:
- HAM itu meliputi baik yang bersifat klasik maupun yang bersifat sosial. HAM/ warganegara yang bersifat klasik terdapat dalam pasal 27 ayat (1), pasal 28, pasal 29 ayat (2). Yang bersifat sosial dirumuskan dalam pasal 27 ayat (2), pasal 31 ayat (1) dan pasal 24. Sedangkan rumusan dalam pasal 30 tidak termasuk dalam HAM yang klasik maupun yang sosial. Dengan demikian HAM yang timbul karena hukum (legal rights).
- HAM yang berkenaan dengan semua orang yang berkedudukan sebagai penduduk tidak dirumuskan dengan hak melainkan dengan kemerdekaan. Contohnya bunyi pasal 28 dan pasal 29 ayat (2).
- HAM yang berkenaan dengan warga negara Indonesia dengan tegas dikatakan “tidak”. Hal ini dapat dibaca dalam pasal 27 ayat (2), pasal 30 ayat (1) dan pasal 31 ayat (1).
- Sebagian besar rakyat masih dalam keadaan serba kurang (pendidikan dan kebutuhan hidup)
- Belum/tidak adanya hukum atau peraturan positif aplikasi dalam kehidupan bernegara.
HAM di
Indonesia sebagai pemikiran paradigma tidaklah lahir bersamaan dengan Deklarasi
HAM PBB 1948. Bahwa HAM bagi bangsa Indonesia bukan barang asing terbukti
dengan terjadinya perdebatan yang terjadi dalam sidang BPUPKI (Badan Penyelidik
Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia). Sidang periode pertama BPUPKI
terbagai dua yaitu, pertama berlangsung dari tanggal 19 Mei 1945 hingga 1 Juni
1945. Sidang periode kedua diselenggarakan pada tanggal 10 sampai 16 Juli 1945.
Sidang I BPUPKI mendengar pidato Soekarno, Muhammad Yamin, Soepomo, Muhammad
Hatta terlihat perbedaan pandangan mereka mengenai konsep-konsep “kebebasan”
seperti di negara Barat.
Di lain
pihak, Muhammad Hatta khawatir jika jaminan kebebasan tidak dicantumkan dalam
UUD, hak-hak masyarakat tidak akan ada artinya dihadapan negara. Kemudian masih
pada masa sidang II, terjadi perdebatan langsung antara para tokoh tersebut.
Dalam rancangan undang-undang dasar yang sedang dibahas pada waktu itu Muhammad
Hatta tidak menemukan pasal tentang HAM dan kebebasan, karena itu beliau angkat
bicara,” Saya menginginkan pasal-pasal yang mengakui HAM”.
Namun
Soepomo menapik Muhammad Hatta, pasal-pasal tersebut tidak perlu ada karena
hanya akan memberikan peluang kepada paham individualisme, perseorangan,
padahal kita ingin kekeluargaan, katanya. Dalam perdebatan ini, Soepomo
didukung oleh Soekarno sedangkan Muhammad Hatta didukung oleh Muhammad Yamin.
Akhirnya
para pendiri Republik Indonesia dengan jiwa besar setuju untuk kompromi. Maka
lahirlah pasal 27, pasal 28 dan pasal 29 UUD tahun 1945. Proses perumusan
tersebut sekaligus menunjukkan bahwa sejak awal pendekatan musyawarah mufakat
sudah muncul sebagai fakta-fakta sejarah yang menyangkut proses penyusunan
pasal 28 UUD tahun 1945 diungkapkan oleh Muhammad Yamin.
Di Indonesia
HAM telah mendapat tempat dan diatur di dalam:
- UUD tahun 1945
- Tap MPR No XVII/MPR/1998 tentang HAM
- Undang-Undang No. 39 tahun 1999 tentang HAM
- Undang-Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
- Undang-Undang No. 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM
- Konvensi Internasional Anti Apartheid dalam Olahraga yang diratifikasi dengan Keputusan Presiden No. 48 tahun 1993 tanggal 26 Mei 1993
- Konvensi tentang Hak-Hak Anak tahun 19998 yang diratifikasi dengan Keputusan Presiden No. 36 tahun 1990 tanggal 25 Agustus 1990
- Konvensi tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan tahun 1979 yang diratifikasi dengan Undang-Undang No. 7 tahun 1984 tanggal 24 Juli 1984.
- Konvensi tentang Hak-Hak Politik Kaum Wanita tahun 1953 yang diratifikasi dengan Undang-Undang No. 68 tahun 1998.
- Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman yang Kejam secara Tidak Manusiawi dalam Merendahkan Martabat Manusia Lainnya tahun 1984 yang diratifikasi dengan Undang-Undang No. 5 tanggal 24 September 1998.
- Konvensi Internasional tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial yang diratifikasi dengan Undang-Undang No. 29 tanggal 25 Mei 1999.
Sehubungan
dengan hak-hak diatas untuk menciptakan dan mencapai cita-cita yang diinginkan
oleh Bapak Pendiri Negara kita maka perlulah ada pengaturan mengenai HAM itu
sendiri yang mana dapat dilihat sebagai berikut:
Dalam
Pancasila
- Ketuhanan Yang Maha Esa Kesadaran masyarakat Indonesia akan perbedaan agama yang terdapat dalam kesehariannya dikembangkan dengan adanya toleransi antar umat beragama dan juga hormat menghormati antara pemeluk agama aliran kepercayaan yang berbeda-beda.
- Kemanusiaan yang Adil dan Beradab Dengan sila ini, manusia diakui dan diperlakukan sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa yang sama derajat yang sama hak dan kewajibannya tanpa membedakan suku, agama dan kepercayaan dan jenis kelamin.
- Persatuan Indonesia Dalam sila ini manusia menempatkan persatuan dan kesatuan serta kepentingan bangsa dan negara diatas kepentingan pribadi dan golongan.
- Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan Dalam sila ini manusia Indonesia sebagai warga negara mempunyai kedudukan hak dan kewajiban yang sama. Hal ini tampak jelas dari sistem perwakilan rakyat.
- Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia Dengan sila ini maka mansuia Indonesia menyadari hak dan kewajiban yang sama untuk menciptakan keadilan sosial.
Hak-Hak Asasi Manusia dalam UUD
tahun 1945
UUD tahun
1945 sudah memuat beberapa hak asasi manusai baik dalam Pembukaan maupun dalam
Batang Tubuh.
Di dalam
pembukanya yaitu mulai dari alinea I sampai alinea IV semuanya mengatur tentang
HAM, sedangkan dalam Batang Tubuh UUD tahun 1945 HAM diatur dalam pasal:
- Dalam pasal 1 ayat (1) dikatakan bahwa kedaulatan adalah di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR. Ketentuan ini mengandung pengertian bahwa negara kita adalah negara yang demokratik negara yang tidak mengakui absolutisme yaitu bersifat sewenang-wenang oleh sebab itu ketentuan ini mengakui hak manusia.
- Dalam pasal 27 ayat (1) yaitu pasal yang menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia. Pasal ini menentukan persamaan hak di depan hukum dan pemerintahan, persamaan untuk memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
- Pasal 28 yaitu yang mengatur kebebasan untuk berkumpul, berserikat dan mengeluarkan pendapat.
HAM dalam
peraturan perundang-undangan yaitu:
- Dalam KUHP yaitu hak manusia tercantum dengan dianutnya asas legalitas.
- Dalam BW yang terdapat dalam pasal 1 ayat (2) anak yang di dalam kandungan seorang perempuan dianggap telah dilahirkan bilamana kepentingan si anak menghendakinya.
- UU No. 14 tahun 1970 tentang Kekuasaan Kehakiman
- UU No. 8 tahun 1981 yaitu KUHAP yang mengatur tentang perlindungan HAM misalnya bantuan hukum, ganti ruhi maupun rehabilitasi.
5. UU No 9
tahun 1986 yaitu Pengadilan Tata Usaha Negara, di dalam undang-undang ini
pengakuan dan perlindungan hak-hak asasi juga terdapat pengaturan dalam pasal 4
yang menyatakan bahwa PTUN adalah salah satu pelaksanaan kekuasaan bagi rakyat
pencari keadilan terhadap sengketa TUN (Tata Usaha Negara).
- UU No 39 tahun 1999 tentang HAM
- UU No. 26 tahun 2000 tentang Peradilan terhadap Pelanggaran HAM.
Demikianlah
perkembangan sejarah HAM di Indonesia dan pengaturan yang dibuat dalam rangka
untuk menegakkan masyarakat damai dan sejahtera.
PASAL-PASAL YANG
TERDAPAT DALAM BAB 10A UUD 1945 TENTANG HAM
Berdasarkan
amandemen UUD 1945, hak asasi manusia tercantum dalam Bab X A Pasal 28 A sampai
dengan 28 J, sebagaimana tercantum berikut ini :
HAK ASASI MANUSIA
Pasal 28 A
HAK ASASI MANUSIA
Pasal 28 A
Setiap
orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya.
**)
Pasal 28 B
Pasal 28 B
1)
Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui
perkawinan yang sah.**)
2) Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dan kekerasan dan diskriminasi. **)
Pasal 28 C
2) Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dan kekerasan dan diskriminasi. **)
Pasal 28 C
1)
Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya,
berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan
teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi
kesejahteraan umat manusia. **)
2) Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa dan negaranya.**)
2) Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa dan negaranya.**)
Pasal 28 D
1)
Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum
yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum.
2) Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja “)
3) Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan.
4) Setiap orang berhak atas status kewarganegaraan. **)
Pasal 28 E
2) Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja “)
3) Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan.
4) Setiap orang berhak atas status kewarganegaraan. **)
Pasal 28 E
1)
Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih
pendidikan dan pengajaran. memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih
tempat tinggal di wilayah negara dan meninggakannya, serta berhak kembali.**)
2) Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya. **)
3) Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat.**)
Pasal 28 F
2) Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya. **)
3) Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat.**)
Pasal 28 F
Setiap
orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan
pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh,
memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan
segala jenis saluran yang tersedia.**)
Pasal 28 G
Pasal 28 G
1)
Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan,
martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa
aman dan perlindungan dan ancaman kelakutan untuk berbuat sesuatu yang
merupakan hak asasi. **)
2) Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan alau perlakuan yang rnerendahkan derajat martabat manusia dan berhak memperoleh suara politik dari negara lain. **)
Pasal 28 H
2) Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan alau perlakuan yang rnerendahkan derajat martabat manusia dan berhak memperoleh suara politik dari negara lain. **)
Pasal 28 H
1)
Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan
mendapalkan lingkungan hid up yang baik dan sehal serfa berhak memperoleh
pefayanan kesehatan **)
2) Setiap orang berhak mendapatkan kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan.**)
3) Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermanfaat. **)
4) Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapapun.**)
Pasal 28 I
2) Setiap orang berhak mendapatkan kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan.**)
3) Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermanfaat. **)
4) Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapapun.**)
Pasal 28 I
1)
Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati
nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai
pribadi di hadapan hukum dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang
berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan
apapun. **)
2) Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif **)
3) Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban.**)
4) Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara, Terutama pemerintah.**)
5) Untuk menegakkan dan melindungi hak asasi manusia sesuai dengan prinsip negara hukum yang demokratis, maka pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur dan dituangkan dalam peraturan perundang-undangan. **)
Pasal 28 J
2) Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif **)
3) Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban.**)
4) Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara, Terutama pemerintah.**)
5) Untuk menegakkan dan melindungi hak asasi manusia sesuai dengan prinsip negara hukum yang demokratis, maka pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur dan dituangkan dalam peraturan perundang-undangan. **)
Pasal 28 J
1)
Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.**)
2) Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan partimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis. **)
2) Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan partimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis. **)
Menurut Saudara Bagaimanakah Peranan
Hukum Di Indonesia Apakah Sudah Berjalan Dengan Baik Atau Belum Beserta
Contohnya :
JAWAB
belum,
karena law enforcement di Indonesia dalam kenyataannya tidak bebas dari
pengaruh kekuasaan lain (termasuk materi). pelaksana hukum masih tebang pilih,
hukum tajam ke bawah (orang-orang miskin) dan tumpul ke atas (para elit).
sering terjadi transaksi jual beli kasus saat di persidangan, penegak hukum
sedikit sekali menjamah kasus-kasus besar yang dilakukan oleh orang-orang elit
Aksi sidak
Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum berhasil. Seorang terpidana kasus
penyuapan petugas, Artalyta Suryani, kedapatan mendapatkan fasilitas mewah di
dalam Rutan Pondok Bambu, tempatnya ditahan. Bukan hanya mendapatkan ruangan
yang serba wah, Satgas juga menemukan yang bersangkutan sedang dirawat oleh
seorang dokter spesialis. Ia memperoleh perawatan khusus dari dokter yang
didatangkan dari luar Rutan. Luar biasa! Seorang terpidana yang menyeret nama
Jaksa Urip dan petinggi Kejaksaan Agung, berada dalam penjara dengan fasilitas
luar biasa, mulai dari pendingin ruangan, telepon, ruang kerja, bahkan ruang
tamu. Ia juga kabarnya bisa ditemui dengan bebas oleh para asistennya. Itu
adalah wajah hukum kita, wajah yang semakin suram baik di luar maupun di dalam.
Itu pun baru satu temuan, betapa mafia hukum memang berada dimana-mana, dan ada
dimana saja. Temuan itu justru ditemukan oleh Satgas yang dibentuk dari luar,
bukan oleh mereka yang bekerja untuk melakukan pengawasan di instansi
pemerintah, yang bekerja setiap tahun memastikan prosedur Rutan dijalankan
dengan baik. Bagi kita, amat mudah menemukan alasan bagaimana seorang bernama
Artalyta itu bisa menikmati fasilitas yang begitu mewah. Jawabnya adalah uang.
Ia punya uang untuk melakukan apapun caranya dan untuk membeli apa yang dia
mau. Karena uang itu pula maka para pejabat yang harusnya berwenang menegakkan
peraturan menjadi tidak lagi bisa berkuasa. Mereka tunduk di bawah kekuasaan
uang. Amat aneh kalau para petinggi Rutan tidak tahu menahu bahwa sebuah
ruangan telah disulap oleh seorang terpidana. Mereka pasti merestuinya dan
mengetahuinya.
Rumor mengenai uang ini bukan hanya berhembus pada kasus Arthalyta saja. Beberapa kasus lain, terutama yang menimpa mereka yang beruang dan berada dalam kasus yang melibatkan uang besar, juga ditengarai terjadi hal-hal serupa. Mereka tetap bisa bebas dalam penjara. Dengan menggunakan contoh itu pulalah maka kita mengerti mengapa keadilan dan kebenaran tidak pernah hadir di negeri kita. Wajah hukum kita sepertinya telah mudah dibeli oleh uang. Para pengusaha dan pelaku korupsi yang tidak juga ditangkap dan diperiksa, diyakini telah menggelontorkan sejumlah uang yang besarannya bisa mencapai miliaran rupiah supaya mereka tetap menghirup kebebasan. Setelah diperiksa, mereka juga bisa melakukan tindakan menyuap supaya mereka kalau bisa divonis bebas. Bahkan kalaupun sudah diyakini bersalah dan berada dalam tahanan, maka dengan uang pula mereka bisa tetap bebas merdeka dalam ruang tahanan, seperti Artalyta. Temuan terhadap Artalyta sebenarnya sudah cukup memperlihatkan bahwa mafia hukum ini terjadi karena dua pihak melakukan persekutuan jahat. Para pelaku kejahatan yang terbukti melakukan tindakan kejahatan, bersama-sama dengan para penegak hukum, melakukan tindakan tidak terpuji.
Karena itu Satgas seharusnya segera melakukan langkah-langkah penting. Salah satu yang perlu dilakukan adalah memberikan efek jera kepada para pejabat yang ketahuan memberikan fasilitas lebih dan mudah kepada mereka yang terlibat dalam kejahatan. Para pimpinan Rutan dimana Artalyta misalnya harus ditahan bersama-sama dengan mereka yang sebelumnya ditahan. Para pejabat itu harus jera.
Selain itu, kepada para pelaku kejahatan yang terbukti mencoba atau melakukan transaksi atas nama uang, harus diberikan hukuman tambahan. Memberikan efek jera demikian akan membuat mereka tidak ingin berpikir melakukan hal demikian lagi. Arthalyta, harus diberikan hukuman tambahan atas suap yang dilakukannya pada pejabat Rutan, ketika dia masih di dalam penjara. Hal-hal seperti ini harusnya membuat kita menyadari betapa jahatnya kejahatan di negeri ini. Kejahatan itu bisa membeli dan merampas keadilan dan kebenaran hukum. Wajar saja kemudian orang kecil hanya bisa menangis ketika berada dalam persoalan hukum karena mereka hanya bisa menjadi korban ketidakadilan...
KASUS NENEK MINAH
HUKUM HANYA BERLAKU BAGI PENCURI KAKAO, PENCURI PISANG, & PENCURI SEMANGKA‘(Koruptor Dilarang Masuk Penjara)’
Supremasi hukum di Indonesia masih harus direformasi untuk menciptakan kepercayaan masyarakat dan dunia internasional terhadap sistem hukum Indonesia. Masih banyak kasus-kasus ketidakadilan hukum yang terjadi di negara kita. Keadilan harus diposisikan secara netral, artinya setiap orang memiliki kedudukan dan perlakuan hukum yang sama tanpa kecuali.
Keadaan yang sebaliknya terjadi di Indonesia. Bagi masyarakat kalangan bawah perlakuan ketidakadilan sudah biasa terjadi. Namun bagi masyarakat kalangan atas atau pejabat yang punya kekuasaan sulit rasanya menjerat mereka dengan tuntutan hukum. Ini kan tidak adil !!
Kasus Nenek Minah asal Banyumas yang divonis 1,5 bulan kurungan adalah salah satu contoh ketidakadilan hukum di Indonesia. Kasus ini berawal dari pencurian 3 buah kakao oleh Nenek Minah. Saya setuju apapun yang namanya tindakan mencuri adalah kesalahan. Namun demikian jangan lupa hukum juga mempunyai prinsip kemanusiaan. Masak nenek-nenek kayak begitu yang buta huruf dihukum hanya karena ketidaktahuan dan keawaman Nenek Minah tentang hukum.
Menitikkan air mata ketika saya menyaksikan Nenek Minah duduk di depan pengadilan dengan wajah tuanya yang sudah keriput dan tatapan kosongnya. Untuk datang ke sidang kasusnya ini Nenek Minah harus meminjam uang Rp.30.000,- untuk biaya transportasi dari rumah ke pengadilan yang memang jaraknya cukup jauh. Seorang Nenek Minah saja bisa menghadiri persidangannya walaupun harus meminjam uang untuk biaya transportasi. Seorang pejabat yang terkena kasus hukum mungkin banyak yang mangkir dari panggilan pengadilan dengan alasan sakit yang kadang dibuat-buat. Tidak malukah dia dengan Nenek Minah?. Pantaskah Nenek Minah dihukum hanya karena mencuri 3 buah kakao yang harganya mungkin tidak lebih dari Rp.10.000,-?. Dimana prinsip kemanusiaan itu?. Adilkah ini bagi Nenek Minah?.
Bagaimana dengan koruptor kelas kakap?. Inilah sebenarnya yang menjadi ketidakadilan hukum yang terjadi di Indonesia. Begitu sulitnya menjerat mereka dengan tuntutan hukum. Apakah karena mereka punya kekuasaan, punya kekuatan, dan punya banyak uang ?, sehingga bisa mengalahkan hukum dan hukum tidak berlaku bagi mereka para koruptor. Saya sangat prihatin dengan keadaan ini.
Sangat mudah menjerat hukum terhadap Nenek Minah, gampang sekali menghukum seorang yang hanya mencuri satu buah semangka, begitu mudahnya menjebloskan ke penjara suami-istri yang kedapatan mencuri pisang karena keadaan kemiskinan. Namun demikian sangat sulit dan sangat berbelit-belit begitu akan menjerat para koruptor dan pejabat yang tersandung masalah hukum di negeri ini. Ini sangat diskriminatif dan memalukan sistem hukum dan keadilan di Indonesia. Apa bedanya seorang koruptor dengan mereka-mereka itu?.
Saya tidak membenarkan tindakan pencurian oleh Nenek Minah dan mereka-mereka yang mempunyai kasus seperti Nenek Minah. Saya juga tidak membela perbuatan yang dilakukan oleh Nenek Minah dan mereka-mereka itu. Tetapi dimana keadilan hukum itu? Dimana prinsip kemanusian itu?. Seharusnya para penegak hukum mempunyai prinsip kemanusiaan dan bukan hanya menjalankan hukum secara positifistik.
Inilah dinamika hukum di Indonesia, yang menang adalah yang mempunyai kekuasaan, yang mempunyai uang banyak, dan yang mempunyai kekuatan. Mereka pasti aman dari gangguan hukum walaupun aturan negara dilanggar. Orang biasa seperti Nenek Minah dan teman-temannya itu, yang hanya melakukan tindakan pencurian kecil langsung ditangkap dan dijebloskan ke penjara. Sedangkan seorang pejabat negara yang melakukan korupsi uang negara milyaran rupiah dapat berkeliaran dengan bebasnya.
Oleh karena itu perlu adanya reformasi hukum yang dilakukan secara komprehensif mulai dari tingkat pusat sampai pada tingkat pemerintahan paling bawah dengan melakukan pembaruan dalam sikap, cara berpikir, dan berbagai aspek perilaku masyarakat hukum kita ke arah kondisi yang sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman dan tidak melupakan aspek kemanusiaan.
Rumor mengenai uang ini bukan hanya berhembus pada kasus Arthalyta saja. Beberapa kasus lain, terutama yang menimpa mereka yang beruang dan berada dalam kasus yang melibatkan uang besar, juga ditengarai terjadi hal-hal serupa. Mereka tetap bisa bebas dalam penjara. Dengan menggunakan contoh itu pulalah maka kita mengerti mengapa keadilan dan kebenaran tidak pernah hadir di negeri kita. Wajah hukum kita sepertinya telah mudah dibeli oleh uang. Para pengusaha dan pelaku korupsi yang tidak juga ditangkap dan diperiksa, diyakini telah menggelontorkan sejumlah uang yang besarannya bisa mencapai miliaran rupiah supaya mereka tetap menghirup kebebasan. Setelah diperiksa, mereka juga bisa melakukan tindakan menyuap supaya mereka kalau bisa divonis bebas. Bahkan kalaupun sudah diyakini bersalah dan berada dalam tahanan, maka dengan uang pula mereka bisa tetap bebas merdeka dalam ruang tahanan, seperti Artalyta. Temuan terhadap Artalyta sebenarnya sudah cukup memperlihatkan bahwa mafia hukum ini terjadi karena dua pihak melakukan persekutuan jahat. Para pelaku kejahatan yang terbukti melakukan tindakan kejahatan, bersama-sama dengan para penegak hukum, melakukan tindakan tidak terpuji.
Karena itu Satgas seharusnya segera melakukan langkah-langkah penting. Salah satu yang perlu dilakukan adalah memberikan efek jera kepada para pejabat yang ketahuan memberikan fasilitas lebih dan mudah kepada mereka yang terlibat dalam kejahatan. Para pimpinan Rutan dimana Artalyta misalnya harus ditahan bersama-sama dengan mereka yang sebelumnya ditahan. Para pejabat itu harus jera.
Selain itu, kepada para pelaku kejahatan yang terbukti mencoba atau melakukan transaksi atas nama uang, harus diberikan hukuman tambahan. Memberikan efek jera demikian akan membuat mereka tidak ingin berpikir melakukan hal demikian lagi. Arthalyta, harus diberikan hukuman tambahan atas suap yang dilakukannya pada pejabat Rutan, ketika dia masih di dalam penjara. Hal-hal seperti ini harusnya membuat kita menyadari betapa jahatnya kejahatan di negeri ini. Kejahatan itu bisa membeli dan merampas keadilan dan kebenaran hukum. Wajar saja kemudian orang kecil hanya bisa menangis ketika berada dalam persoalan hukum karena mereka hanya bisa menjadi korban ketidakadilan...
KASUS NENEK MINAH
HUKUM HANYA BERLAKU BAGI PENCURI KAKAO, PENCURI PISANG, & PENCURI SEMANGKA‘(Koruptor Dilarang Masuk Penjara)’
Supremasi hukum di Indonesia masih harus direformasi untuk menciptakan kepercayaan masyarakat dan dunia internasional terhadap sistem hukum Indonesia. Masih banyak kasus-kasus ketidakadilan hukum yang terjadi di negara kita. Keadilan harus diposisikan secara netral, artinya setiap orang memiliki kedudukan dan perlakuan hukum yang sama tanpa kecuali.
Keadaan yang sebaliknya terjadi di Indonesia. Bagi masyarakat kalangan bawah perlakuan ketidakadilan sudah biasa terjadi. Namun bagi masyarakat kalangan atas atau pejabat yang punya kekuasaan sulit rasanya menjerat mereka dengan tuntutan hukum. Ini kan tidak adil !!
Kasus Nenek Minah asal Banyumas yang divonis 1,5 bulan kurungan adalah salah satu contoh ketidakadilan hukum di Indonesia. Kasus ini berawal dari pencurian 3 buah kakao oleh Nenek Minah. Saya setuju apapun yang namanya tindakan mencuri adalah kesalahan. Namun demikian jangan lupa hukum juga mempunyai prinsip kemanusiaan. Masak nenek-nenek kayak begitu yang buta huruf dihukum hanya karena ketidaktahuan dan keawaman Nenek Minah tentang hukum.
Menitikkan air mata ketika saya menyaksikan Nenek Minah duduk di depan pengadilan dengan wajah tuanya yang sudah keriput dan tatapan kosongnya. Untuk datang ke sidang kasusnya ini Nenek Minah harus meminjam uang Rp.30.000,- untuk biaya transportasi dari rumah ke pengadilan yang memang jaraknya cukup jauh. Seorang Nenek Minah saja bisa menghadiri persidangannya walaupun harus meminjam uang untuk biaya transportasi. Seorang pejabat yang terkena kasus hukum mungkin banyak yang mangkir dari panggilan pengadilan dengan alasan sakit yang kadang dibuat-buat. Tidak malukah dia dengan Nenek Minah?. Pantaskah Nenek Minah dihukum hanya karena mencuri 3 buah kakao yang harganya mungkin tidak lebih dari Rp.10.000,-?. Dimana prinsip kemanusiaan itu?. Adilkah ini bagi Nenek Minah?.
Bagaimana dengan koruptor kelas kakap?. Inilah sebenarnya yang menjadi ketidakadilan hukum yang terjadi di Indonesia. Begitu sulitnya menjerat mereka dengan tuntutan hukum. Apakah karena mereka punya kekuasaan, punya kekuatan, dan punya banyak uang ?, sehingga bisa mengalahkan hukum dan hukum tidak berlaku bagi mereka para koruptor. Saya sangat prihatin dengan keadaan ini.
Sangat mudah menjerat hukum terhadap Nenek Minah, gampang sekali menghukum seorang yang hanya mencuri satu buah semangka, begitu mudahnya menjebloskan ke penjara suami-istri yang kedapatan mencuri pisang karena keadaan kemiskinan. Namun demikian sangat sulit dan sangat berbelit-belit begitu akan menjerat para koruptor dan pejabat yang tersandung masalah hukum di negeri ini. Ini sangat diskriminatif dan memalukan sistem hukum dan keadilan di Indonesia. Apa bedanya seorang koruptor dengan mereka-mereka itu?.
Saya tidak membenarkan tindakan pencurian oleh Nenek Minah dan mereka-mereka yang mempunyai kasus seperti Nenek Minah. Saya juga tidak membela perbuatan yang dilakukan oleh Nenek Minah dan mereka-mereka itu. Tetapi dimana keadilan hukum itu? Dimana prinsip kemanusian itu?. Seharusnya para penegak hukum mempunyai prinsip kemanusiaan dan bukan hanya menjalankan hukum secara positifistik.
Inilah dinamika hukum di Indonesia, yang menang adalah yang mempunyai kekuasaan, yang mempunyai uang banyak, dan yang mempunyai kekuatan. Mereka pasti aman dari gangguan hukum walaupun aturan negara dilanggar. Orang biasa seperti Nenek Minah dan teman-temannya itu, yang hanya melakukan tindakan pencurian kecil langsung ditangkap dan dijebloskan ke penjara. Sedangkan seorang pejabat negara yang melakukan korupsi uang negara milyaran rupiah dapat berkeliaran dengan bebasnya.
Oleh karena itu perlu adanya reformasi hukum yang dilakukan secara komprehensif mulai dari tingkat pusat sampai pada tingkat pemerintahan paling bawah dengan melakukan pembaruan dalam sikap, cara berpikir, dan berbagai aspek perilaku masyarakat hukum kita ke arah kondisi yang sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman dan tidak melupakan aspek kemanusiaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar