Pada masa sekarang, budaya bertani mungkin masih dapat ditemui. Namun seiring dengan berjalannya waktu budaya bertani akan semakin pudar. Hal tersebut diakibatkan generasi muda berkualitas zaman sekarang enggan lagi untuk mengelola lahan pertanian dan akhirnya lahan pertanian tersebut direlokasi sebagai bangunan perumahan hingga bangunan bertingkat. Padahal jika generasi muda ingin dan mau meneruskan mengelola pertanian tersebut, mungkin masalah kelaparan dan kemiskinan di Indonesia akan teratasi, bahkan Indonesia menjadi Negara eksportir hasil pertanian, namun apa yang terjadi kini, banyak masyarakat Indonesia yang menjadi korban kemiskinan, kelaparan, busung lapar. Hal tersebut tentu hal yang ironis sekali, Negara yang memiliki potensi besar dalam hal pertanian namun masih banyak masyarakatnya yang mengalami kasus busung lapar, kemiskinan. Itu semua tentu jelas diakibatkan karena kurangnya minat para generasi muda yang berkualitas terhadap pengelolaan pertanian.
Ada beberapa faktor penyebab terjadinya generasi muda tidak mau mengambil program studi pertanian yang kurang peminatnya.
- Pertama, adanya pikiran negatif yang mengaitkan pertanian adalah pekerjaan yang tidak memiliki prospek cerah untuk menjamin masa depan. Mulai dari keluarga sebagai pranata terkecil, orang tua mengajarkan anak-anak agar menjadi dokter, pilot, dan bidang kerja lain yang nonpertanian. Memilih jalan menjadi sarjana pertanian dianggap sama dengan memilih mendapat status kemiskinan dan pengangguran.
- Kedua, sektor nonpertanian lebih menjanjikan lapangan pekerjaan dan jaminan kesejahteraan lebih bervariasi. Hal ini bisa kita lihat dengan mata telanjang di Koran,media massa maupun pamplet-pamplet yang terpajang di tembok-tembok yang sangat jarang membutuhkan lulusan dari fakultas pertanian. Pada era sekarang semakin sempitnya lapangan kerja dipulau jawa yang membutuhkan sarjana pertanian.
- Ketiga, pengembangan sektor pertanian oleh pemerintah berjalan lambat .Pemerintah lebih memilih sektor industri yang dianggap lebih cepat menambah pertumbuhan ekonomi. Padahal jika sektor pertanian berkembang dan didukung penuh pemerintah, akan memikat minat calon mahasiswa dan lulusan pertanian untuk bekerja di sektor pertanian.
- Keempat, peran perguruan tinggi yang belum mampu melakukan pengembangan sektor pertanian.
Generasi muda di Indonesia lebih menyukai hal-hal yang bersifat teknologi, kreasi, seni dan olahraga dibandingkan harus berkotor-kotoran turun kesawah untuk mencangkul atau membajak sawah, karena mereka fikir gengsi dan harga diri lebih tinggi harganya dari pada hanya untuk meningkatkan kualitas pertanian di Indonesia. Mereka mulai terhipnotis oleh budaya-budaya luar yang memberikan segala hal yang membuat mereka lebih dipandang oleh orang lain, tanpa memikirkan dari mana nasi, ayam, ikan, sayur-mayur dan daging yang mereka makan sehari-hari. Mereka berfikir bahwa bertani hanya pekerjaan kaum bawah, pekerjaan kotor, tidak berkelas dan tidak terpandang jika dinilai orang. Mereka tidak berfikir bahwa banyak petani di Indonesia yang sukses, memiliki banyak lahan, dan semua hasilnya taninya di ekspor ke luar negeri yang membuat mereka lebih kaya dan sukses dibandingkan orang-orang yang berada diperkotaan. Minimnya pengetahuan tentang pertanian yang diberikan oleh sekolah dan universitas turut memberikan efek yang cukup kuat dalam menurukan minat para pemuda untuk memilih terjun ke dalam dunia pertanian, kebanyakan pemuda setelah lulus sma lebih untuk memilih jurusan teknologi, seni, namun jarang yang memilih jurusan pertanian, perikanan, kedokteran hewan, kehutanan dan pertenakan, karena mereka hanya berfikir bahwa memilih jurusan teknologi, seni akan memberikan mereka penghidupan yang layak dan gaji yang besar dibandingkan bekerja di bidang pertanian yang tidak mempunyai masa depan yang cerah .
Betapa pentingnya sektor pertanian dalam upaya meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan dinegara ini. Melalui peningkatan pendapatan sektor pertanian maka pendapatan pemerintah daerah dan pemerintah pusat juga akan meningkat. Salah satu sumber peningkatan pendapatan pemerintah dari kegiatan pertanian diperoleh dari penerimaan devisa ekspor produk-produk pertanian yang dihasilkan oleh para petani. Agar tujuan tersebut tercapai diperlukan keterpaduan kebijakan dan kegiatan, sejak tahap pra produksi, produksi, sampai pasca panen termasuk penyimpanandan pengangkutan.
Sebagian besar pelaksana, pengelola, dan pemanfaat agribisnis adalah jutaan petani kecil yang memiliki modal, kualitas SDM, dan luas lahan yang sangat terbatas. Dari kegiatan agribisnis terpadu, para petani diharapkan dapat memperoleh nilai tambah atau keuntungan sebanyak mungkin dari setiap tahap kegiatan agribisnis, termasuk kegiatan pasca panen. Untuk itu, petani dituntut selalu meningkatkan dan mempertahankan kuantitas dan kualitas produk yang mereka hasilkan dan dipasarkan agar memiliki daya saing tinggi.
http://blog.umy.ac.id/arjuna/2011/10/12/anak-muda-sekarang-tidak-tertarik-pada-pertanian/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar